Jumat, 23 April 2010

Serambang part.1


Minggu, 15 Februari 2009


Pagi yang cerah untuk memulai aktivitas dengan penuh semangat saya mencuci baju karena panas sangat terik di hari itu, jam 8 saya selesai mandi dan bergegas menemui Sahrul yang sudah menunggu di perbatasan kota & kab.Madiun saya menanti seseorang yang mau mengajak saya bermain ke serambang/sarangan kala itu,(masih bimbang). Setelah kami bertemu saya dan Sahrul berangkat menuju tempat tujuan ke serambang kala itu tujuanya, di tengah perjalanan kami ber-4 mengalami kendala yaitu kehujanan terpaksa kami berhenti untuk berteduh karena perjalanan masih lumayan lama, hujan mulai reda dan kami melanjutkan perjalanan menuju Air terjun serambang yang terletak di Kec.Jogorogo Kab.Ngawi. Dengan perlahan saya melaju di jalan yang rusak dan bergelombang mendekati tempat tujuan tersebut karena kelihatanya pemerintah daerah belum banyak memberikan kontribusi pada salah satu tempat pariwisata di Kab.Ngawi ini. Sesampainya di tempat parkir hujan turun lagi tanpa fikir panjang saya,Sahrul,Sovie dan Ratna pun masuk menuju tempat air terjun berada dengan merogoh kocek/@Rp2.500 . kami harus menempuh jalan yang menanjak,licin dan sempit untuk bisa mencapai tempat air terjun berada setengah jam berlalu kami mendengar suara derasnya air yang turun dari ketinggian 30m. Berrrrrrrrrrr dinginya air membuat tangan ini kaku dan mati rasa-rasanya sudah basah semua karena air hujan kami pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memberanikan diri menuju tepat di bawah deras dan duuinginnya air yang mengalir. 1 jam kami berdingin2 dan akhirnya kami harus turun karena kabut sudah mulai menyelimuti jalan takut kalau” tersesat.. . . . .heheheheh

Puas dengan berdingin-dingin kami pulang dengan hati senang dan gembira. . . . . . . . !!

Rabu, 07 April 2010

1 Liter of Tears


Judul asli: 1 Liter No Namida
Penulis: Aya Kito
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo

Aya-chan menderita Spinocerebellar Ataxia (SCA), penyakit yang menyerang sel-sel penopang sel saraf. Awalnya penderita merasakan tubuhnya melemah. Berangsur-angsur kemampuan motorik penderita menurun. Sampai-sampai Aya-chan mengalami kesulitan menelan makanan, berbicara dan bahkan tersenyum.
"Untuk bisa tersenyum saja rasanya sulit sekali dan capek, karena otot wajahku mengeras."
Aya-chan mulai merasakan gejala penyakit ketika ia berumur 15 tahun (lebih kurang tahun 1978, jika dirunut balik dari tanggal di buku).
Pengalamannya di sekolah, di rumah, dan di rumah sakit, perasaannya yang naik turun, orang-orang di sekitarnya, dituliskan Aya-chan di catatan hariannya. Meskipun sakit, Aya-chan masih membantu pekerjaan rumah tangga yang bisa dikerjakannya seperti mengepel atau membersihkan kandang burung. 1 Liter of Tears dilengkapi dengan tulisan dokter yang merawat Aya serta ibunda Aya-chan. Dari tulisan Shioka Kito (ibu Aya-chan) dapat diketahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang tua yang anaknya menderita sakit parah. Memang terkesan ibunda Aya yang lebih mengurus anaknya. Catatan Aya pun lebih banyak bercerita tentang ibu dan adik-adiknya. Tetapi dari cerita Aya, ayahnya sebenarnya juga mengkhawatirkannya.
1 Liter of Tears tidak bercerita tentang seseorang yang mengasihani diri sendiri. Sesungguhnya 1 Liter of Tears bercerita tentang kebaikan hati dan kasih sayang. Kebaikan hati orang tua ke anaknya, kebaikan hati teman, kakak-adik, guru, pengurus Aya-chan di rumah sakit, orang-orang di sekitar Aya-chan. Juga kepekaan Aya-chan merasakan dan memberi kembali kasih sayang ke orang-orang di sekelilingnya.

Selasa, 06 April 2010

Cara Terindah untuk Mati - Kado Kematian untuk Saudaraku


Penulis: Rachmat Ramadhana al-Banjari
Penerbit: DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan I, Oktober 2007

"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh..."
QS. an-Nisaa': 78

Biasanya orang memberi atau menerima kado pada peristiwa penting dalam hidup seperti kelahiran, ulang tahun, atau pernikahan. Kematian adalah suatu peristiwa penting yang pasti akan datang. Tidak ada seorangpun yang mampu menolak atau menunda kehadirannya. Tidak ada satu pun jiwa yang dapat menjamin bahwa dia akan menjalani kehidupan di dunia satu detik, satu menit, satu jam, atau satu hari ke depan. Nah, "kado kematian"; apa pula ini?

Buku "Cara Terindah untuk Mati - Kado Kematian untuk Saudaraku" adalah kado dari penulis buku ini --Rachmat Ramadhana al-Banjari-- untuk saudara-saudaranya dalam rangka memperingati kematian. Buku ini mengingatkan pembacanya antara lain mengenai hakikat kematian, jenis-jenis kematian, indikasi datangnya maut, proses pencabutan ruh, keadaan di alam kubur, serta bekal menyongsong kematian, termasuk muhasabah diri (menghisab diri sendiri), sampai pada meraih husnul khatimah.

Kematian bukanlah akhir dari perjalanan hidup manusia, melainkan transisi untuk memasuki kehidupan di alam baru. Namun sesungguhnya, selain kematian alami terdapat jenis kematian lainnya, seperti kematian iradi (maknawi), kematian suri, kematian kecil, dan kematian hakiki. Kematian hakiki sering tidak disadari, yaitu bahwa secara hakiki diri seseorang sudah mati, yaitu potensi fitrah yang telah mati yang berakibat kematian keimanan, keislaman, keikhsanan, ketauhidan, dan ketakwaan di hadapan Allah SWT. Kematian hakiki terjadi akibat sering melakukan pengingkaran, kemusyrikan, kekafiran, kezhaliman, kefasikan, atau kemaksiatan terhadap perintah Allah dan rasul-Nya.

Bagaimana agar kematian tidak menjadi momok menakutkan? Jalan terbaik adalah dengan mempersiapkan bekal perjalanan abadi tersebut, dan sebaik-baik bekal adalah takwa. Buku ini secara khusus mengingatkan kita kepada kematian kita. Sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk perjalanan abadi kita?